Selasa, 21 Januari 2014

Generasi Muda Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan

Permasalahan Tanpa Akhir Indonesia

Pemanasan global benar-benar sedang terjadi dan bertambah buruk. Hampir di seluruh bagian dunia tak luput dari ancaman efek pemanasan global tersebut. Badai salju di Amerika Serikat, peningkatan suhu di Australia dan banjir yang parah melanda beberapa wilayah di Indonesia menjadi beberapa contoh dampak dari ganasnya efek pemanasan global.

Banjir bandang di Manado, banjir di Semarang dan tentu saja pusat sorotan daerah banjir, Ibukota DKI Jakarta. Betapa menyedihkannya, Jakarta sebagai ibukota sekaligus pusat pemerintahan Indonesia yang juga merupakan kota terpadat di Indonesia dengan begitu beragamnya aktivitas yang terjadi, terendam banjir selama hampir seminggu terakhir ini.

Lucu. Bagaimana warga mengeluh banjir yang terjadi ketika mereka masih membuang sampah sembarangan? Lucu. Bagaimana warga mengeluh banjir ketika mereka masih membangun penginapan-penginapan, perumahan, kontrakan dan ruko-ruko baru sehingga hilangnya daerah resapan air dan berkurangnya kualitas tanah? Dan lucu bagaimana mereka mengeluh macet –akibat banjir atau yang lainnya- ketika mereka masih menggunakan kendaraan pribadi untuk transportasi satu orang yaitu dirinya sendiri? Lucu, Bagaimana warga mengeluh panas atau gerah lalu menyalakan AC dimana hanya akan memperparah pemanasan global? Sangat lucu.

Haruskah kita membiarkan ini berlangsung untuk masa yang akan datang? Membiarkan terganggunya aktivitas nasional, terganggunya kegiatan pendidikan (sebagai produsen generasi muda yang berkualitas), kegiatan perdagangan (bagian dari kegiatan dan sikllus ekonomi), terganggunya transportasi serta aktivitas lain yang menguntungkan bagi negara. Dapat dibayangkan betapa banyaknya kerugian yang dialami DKI Jakarta hanya dalam beberapa hari terendam banjir, sebagaimana sekian banyaknya pusat perbelanjaan yang sepi atau bahkan tutup sementara sehubungan dengan banjir, sebagaimana perusahaan yang tidak berjalan efektif sehubungan dengan karyawannya yang terlambat atau absen kerja, juga bagaimana pemerintah mengerahkan bantuan dalam segi material dan non-material ketika seharusnya bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal lain.

1. Permasalahan Sampah
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, cukup lucu bagaimana warga mengeluh banjir yang terjadi ketika mereka masih membuang sampah sembarangan. Tapi kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan warga, karena pemerintah juga memiliki andil atas kondisi tersebut. Bagaimana kita mengharapkan warga membuang sampah ditempatnya jika kadang tempat sampah itu sendiri cukup sulit ditemukan? Seperti di pinggir jalan contohnya. Saya memiliki seorang teman baik yang menyimpan sampah habis konsumsinya sampai menemukan tempat sampah untuk membuangnya. Itu merupakan contoh konkrit green living yang patut ditiru, tapi bisakah kita mengarapkan hal tersebut?
Pemerintah seharusnya menyediakan lebih banyak tempat sampah dan akan lebih baik dengan 3 kategori yang berbeda yaitu organik, anorganik, dan B3 di berbagai tempat. Pemerintah juga seharusnya dapat lebih mensosialisasikan gerakan cinta lingkungan dalam segala lapisan sosial/umur. Adanya pelajaran lingkungan hidup pada pelajar akan kurang efektif jika tidak didukung oleh orang dewasa/tua yang sudah terbiasa tidak peduli ataupun awam mengenai lingkungan hidup. Selain itu, pemerintah juga seharusnya dapat memfasilitasi warganya dalam mengolah sampah, dalam bentuk pendidikan ataupun teknologi. Seperti yang pernah dikabarkan, di salah satu daerah di Indonesia terdapat sekelompok warga kreatif yang dapat memanfaatkan sampahnya menjadi energi melalui pembakaran (asap/panas). Rasanya tidak dibutuhkan teknologi canggih beranggaran besar untuk mewujudkan hal tersebut. Apabila hal ini dapat diterapkan di berbagai wilayah, permasalahan sampah tentu akan berkurang. Bahkan Bantar Gebang pun tak lagi menjadi wadah sampah warga Jakarta.

2. Pembangunan tak terkendali
Masalah pembangunan penginapan-penginapan, perumahan, kontrakan dan ruko-ruko baru sehingga hilangnya daerah resapan air dan berkurangnya kualitas tanah mungkin cukup sering dibahas sehingga membosankan. Tapi tidak juga menciptakan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Departemen ketataruangan lingkungan sudah ada namun tidak banyak berpengaruh. Seharusnya wacana pelarangan atau pengendalian pembangunan sudah diterapkan dari 10 tahun lalu atau setidaknya setiap peraturan diaplikasikan dengan tegas.

3. “Ledakan” kendaraan.
Siapa bilang masyarakat Indonesia miskin? Dengan terjadinya macet dimana-mana, nampaknya mereka memiliki uang cukup banyak untuk membeli kendaraan pribadi. Mereka mengeluh naiknya harga bahan bakar tapi tetap ridak berubah. Selain permasalahan macet, penggunaan kendaraan pribadi hanya pemborosan bahan bakar. Belum lagi karbon monoksida yang dihasilkan oleh kendaran-kendaraan tersebut, yang buruk bagi kesehatan juga lingkungan. Benar merupakaan hak pemilik untuk menggunakan kendaraan pribadinya, tapi juga merupakan hak seluruh manusia untuk mendapatkan kenyamanan.

Pemerintah harusnya berhenti untuk memanjakan rakyatnya dengan impor kendaraan bermotor dengan godaan harga yang relati murah. Jepang sendiri sebagai salah satu produsen otomotif terbesar di dunia sekaligus importir otomotif di Indonesia melakukan sistem dumping untuk negaranya. Dengan pemberentian atau pengurangan impor akan meningkatkan kebutuhan masyarakat, dimana dengan begitu akan mendorong kreatifitas masyarakat untuk memproduksi barang kebutuhannya sendiri dan mandiri.

Juga diperlukan adanya peningkatan fasilitas transportasi umum. Peremajaan kendaraan umum seperti angkot dan metro mini contohnya. Diketahui mayoritas masyarakat masih lebih familiar akan kendaraan umum tersebut dibanding busway, jadi dengan adanya peremajaan diharapkan masyarakat lebih tertarik menggunakan kendaraan umum yang nyaman dibanding kendaraan pribadi. Dengan begitu permasalahan tentu akan berkurang.

4. CFC
Fakta lucu mengenai keluhan warga akan panas atau gerah lalu menyalakan AC dimana hanya akan memperparah pemanasan global. Ini merupakan ironi, bagaimana saya membahas hal ini dimana saya merupakan siswi dari sekolah yang –sayangnya- telah didesain khusus guna fasilitas AC. Tapi saya tahu hal ini bukan hal yang benar, “merasa panas -> menyalakan AC -> produksi CFC-> CFC merusak atmosfer -> memperparah pemanasan global -> suhu semakin panas -> penggunaan AC dengan suhu yang lebih rendah -> produksi CFC lebih banyak -> …..” dan begitulah seterusnya.

Jujur saja selain dengan penanaman pohon atau taman kota, saya juga masih awam atas permasalahan ini. Diharapkan dengan kreatifitas serta kerja keras anak bangsa dapat ditemukannya teknologi yang dapat mengatasi atau setidaknya mengurangi permasalahan ini. Kembali lagi pemerintah harus dapat menggerakan sekaligus memfasilitasi segala bentuk upaya perbaikan akan lingkungan ini.

Semoga dengan adanya pembahasan ini, dapat dijadikan pertimbangan serta diwujudkan dalam waktu dekat sehingga tercapainya kehidupan yang serasi dan sejahtera antara manusia dan lingkungannya khususnya di negara tercinta ini, Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar